Selasa, 04 Januari 2011

PERTENTANGAN PERTENTANGAN SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT

Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

           kehidupan sosial adalah kehidupan yang dimiliki pleh setiap umat manusia yang ada didunia. tidak ada yang tidak memiliki kehidupan sosial. terdapat 2 jenis kepentingan yang ada, yaitu kepentingan individu, dan kepentingan bersama. pertentangan sosial dapat diartikan suatu konflik yang terjadi diatara masyarakat sehingga menimbulkan perpecahan. sebagai contoh beberapa konflik seperti kasus poso, sambas, dan masih banyak lagi. penyebabnya bisa dari berbagai sumber masalah, seperti mulai dari ras, agama, sampai yang berbau politik.berdasarkan sumber yang berasal dari wikipedia
* Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
* Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu.
* Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
* Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
* Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok.
Integrasi sosial akan terbendutk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata social [sunting] Bentuk Integrasi Sosial
* Asimilasi, yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli.
* Akulturasi, yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan asli.
Faktor-Faktor Pendorong
* Homogenitas kelompok
* Besar kecilnya kelompok, pada kelompok yang kecil biasanya tingkat kemajemukannya juga relatif kecil, sehingga akan mempercepat proses integrasi sosial.
* Mobilitas geografis
* Efektifitas dan efesiensi komunikasi, komunikasi yang berlangsung di dalam masyarakat akan mempercepat integrasi sosial.
* perpindahan fisik”
Prasangka dan Diskriminasi
Prasangka dan diskriminasi merupakan dua hal yang ada relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan sepuluh orang, golongan atau wilayah disertai yindakan kekerasan dan destruktif yang merugikan.
Prasangka mempunyai dasar pribadi, di mana setiap orang memilikinya, sejak masih kecil unsur sikap bermusuhan sudaj tampak. Melalui proses belajar dan semakin besarnya manusia, membuat sikap cenderung untuk membeda-bedakan. Perbedaan yang secara sosial silaksanakan antar lembaga atau kelompok dapat menimbulkan prasangka melalui hubungan pribadi akan menjalar, bahkan melembaga (turun menurun) sehingga tidak heran apabila prasangka ada pada mereka yang tergolong cendekiawan, sarjana, pemimpin atau negarawan. Jadi prasangka pada dasarnya pribadi dan dimiliki bersama. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian dengan seksama, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa atau masyarakat multi etnik.
Suatu bhal uang saling berkaitan, apabila seorang individu mempunyai prasangka rasial biasanya bertindak diskriminatif terhadap ras yang diprasangkainya. Rerapi dapat pula yang bertindak diskriminatif tanpa didasari prasangka, dan sebaliknya seorang yang berprasangka dapat saja bertindak tidak diskriminatif. Perbedaan terpokok antara prasangla dan diskriminatif ialah bahwa prasangka menunjuk pada aspek sikap sedangkan diskriminatif menunjuk pada tindakan. Menurut Morgan (1966) sikap ialah kecenderungan untuk berespons baik secara positif atau negatif terhadap orang, objek atau situasi. Sikap seseorang baru diketahui bila ia sudah bertindak atau bertingkah laku. Oleh karena itu bisa saja bahwa sikap bertentangan dengan tingkah laku atau tindakan.
Jadi prasangka merupakan kecenderungan yang tidak tampak, dan sebagai tindak lanjutnya timbul tindakan, aksi yang sifatnya realistis. Dengan demikian diskriminatif merupakan tindakan yang realistis, sedangkan prasangka tidak realistis dan hanya diketahui oleh individu masing-masing.

Erhnosentrisme dan Stereotype
Perasaan dalam dan luar kelompok merupakan dasar untuk suatu sikap yang disebut dengan ethnosentrisme. Anggota dalam lingkungan suatu kelompok ,e,punyai kecenderungan untuk menganggap segala yang termasuk dalam kebudayaan kelompok sendiri sebagai utama, baik riil, logis, sesuai dengan kodrat alam, dan sebagainya, dan segala yang berbeda dan tidak masuk ke dalam kelompok sendiri dipandang kurang baik, tidak susila, bertentangan dengan kehendak alam dan sebagainya. Jecenderungan-jecenderungan tersebut disebut dengan enthosentrisme, yaitu sikap untuk menilai unsur-unsur kebudayaan orang lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri.
Sikap enthosentrisme ini diajarkan kepada anggota kelompok baik secara sadar maupun secara tidak sadar, bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Sikap ini dipanggil oleh suatu anggapan bahwa kebudayaan dirinya kebih unggul dari kebudayaan lainnya. Bersama itu pula ia menyebarkan kebudayaannya, bila perlu dengan kekuatan atau paksaan.
Proses diatas sering dipergunakan stereotype, yaitu gambaran atau anggapan ejek. Dengan demikian dikembangkan sikap-sikap tertentu, misalnya mengejek, mengdeskreditkan atau mengkambinghitamkan golongan-golongan tertentu. Stereotype diartikan sebagai 

hubungan timbal balik antara kota dan desa.

Masyarakat Desa Dan Kota
Kehidupan bermasyarakat di negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah kehidupan yang berlandaskan dengan asas persatuan yaitu bhineka tunggal ika yang dalam pengertiannya adalah berbeda-beda namun dalam satu kesatuan, seperti juga dalam kehidupan bermasyarakat yang dibagi menjadi dua yaitu masyarakat desa dan masyarakat kota sebelum membahas mengenai masyarakat desa dan kota, kita bahas dulu mengenai pengertian masyarakat.
Berikut adalah pengertian masyarakat yang di kutip dari beberapa ahli :
1. R. Linton mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengoraganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
2. M.J. Herskovis mengemukakan bahwa masyarakat adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti satu cara hidup.
3. S.R. Steinmetz mengemukakan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang tersebar, yang meliputi pengelompokan-pengelompokan manusia yagn lebih kecil yang mempunyai perhubungan yang erat ada teratur.
Dari definisi-definisi masyarakat di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa masyarakat harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:
1. Harus ada pengumplan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang.
2. Telah pertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
3. Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur merekan menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
Dipandang dari dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam :
1. Masyarakat natuur, yaitu masyarakat yagn terjadi dengan sendirinya seperti gerombolan (horde), suku (stam), yang bertalian karena hubungandarah atau keturunan.
2. Masyarakt kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan misalnya : koperasi, kongsi perekonomian, gereja dan sebagainya.
Kehidupam masyarakat mempunya bagian-bagian tersendiri dan cara terbentuknya masyarakat itu sendiri, sekarang memasuku kepembahasan pokok mengenai masyarakat kota dan masyarakat pedesaan.
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community, pengertian masyarakat kota lebih ditekankan kepada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan, perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan dan perumahan tetapi mempunya pengertian lebih luas lagi. Orang-orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup artinya oleh hanya sekadar atau apa adanya, hal ini disebabkan oleh karena pandangan warga kota sekitarnya kalau menghidangkan makanan misalnya yang diutamakan adalah bahwa yang menhidangkan mempunyai kedudukan sosial yang tinggi. Bila ada tamu misalnya, diusahakan untuk menghidangkan makanan-makanan yang ada dalam kaleng. Masyarakat kota mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan didaerah pedesaan.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain.
3. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga pedesaan.
5. Jalan pikiran rasional yang pada umunya dianut masyarakat perkotaan menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan kepada factor kepentingan dari pada fakto pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota mengakibatkan pentingnya factor waktu bagi warga kota.
7. Perubahan-perubahan sosial dengan nyata di kota-kota, sebab biasanya kota-kota terbuka dari pengaruh-pengaruh dunia luar.
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar daripada di desa. Di kota seseorang memiliki kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial baik vertical maupun horizontal, pola-pola interaksi sosial pada suatu masyarakat ditentukan oleh struktur sosial masyarakat yang bersangkutan, sedangkan struktur sosial sangat deipengaruhi oleh lembaga-lembaga sosial yang ada pada masyarakat tersebut.
Untuk menunjang aktivitas warganya serta untuk memberikan suasana aman, tenteram dan nyaman pada warganya, kota diharapkan pada keharusan menyediakan berbagai fasilitas kehidupan dan keharusan untuk mengatasi berbagai masalah yagn timbul sebagai akibat warganya, dengan kata lain kota harus berkembang.
Perkembangan kota merupakan manifetasi dari pola kehidupan sosial ekonomi, kebudayaan dan politik. Kesemuanya ini akan di cerminkan dalam komponen-komponen yang memberntuk struktur kota tersebut, jumlah dan kualitas komponen suatu kota tersebut, secara umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan mengadung 5 unsur yaitu wisma, karya, marga, marga, suka, penyempurnaan.
Setelah membahas mengenai masyarakat pedesaan penulis akan membahas mengenai masyarakat pedesaan di mulai dengan pengertian desa, desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto desa merupakan perwujudan atau kesatuan geografi sosial, ekonomi, politik, dan cultural yang terdapat di situ (suatau daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain.
Masyarakat pedesaan ditandai denga pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesame warga desa, yaitu perasaan setiap warga masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimana ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakatnya, karena beranggapan sama-sama sebagai anggota masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama terhadap keselmatan dan kebahgiaan bersama dalam masyarakat. Berikut adalah ciri-ciri dari masyarakat pedesaan.
1. Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat dibandingkan dengan masyarakat pedasaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya.
2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
3. Sebagian besar warg masyarakat pedesaan hidup dari pertanian pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian merupakan perkjaan sambilan yang biasanya sebagai pengisi waktu luang.
4. Masyarakat tersbut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat dan sebagainya.
Seperti yang banyak dikemukakan oleh para ahli atau sumber bahwa masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian yang bersifat agraris, masyarakat pedesaan yang agraris biasanya dipandang antara sepintas kilas dinilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai, harmonis yaitu msyarakat yang adem ayem, sehingga oleh orang kota dianggap sebagai tempat untu melepaskan lelah dari segala kesibukan, keramaian dan keruwetan atau kekusutan pikir.
Dengan adanya uraian di atas desa dapat difungsikan sebagai daerah pemberian bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan dan bahan makana lainnya yang berasal dari hewan.
Kedua desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan metah dan tenaga kerja yang tidak kecil artinya.
Ketiga dari segi kegiatan kerja desa agraris dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industry, desa nelayan dan sebagainya.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain, bahkan dalam kehidupan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan, kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seberti beras, sayur-mayur, daging dan ikan, desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, sebaliknya kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan ileh orang-orang pedesaan seperti bahan oakaian, alat pertanian dan obat-obatan pembasmi hama pertanian, minyak tanah obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi.

aspek** positive dan negative dari sistem pelapisan sosial


Aspek aspek positif da negatif sistem pelapisan sosial



Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaanatau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).
Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan. Istilah stand juga dipakai oleh Max Weber.

Sistem lapisan dapat dinalisis dalam arti-arti sebagai berikut :
1.  Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti misalnya penghasilan, kekayaan, keselamatan (kesehatan, laju kejahatan).
2.  Sistem pertanggaan yang diciptakan oleh para warga masyarakat (prestise dan Penghargaan)
3.  Kriteria sistem pertanggaan dapat berdasarkan kualitas pribadi, keanggotaan kelompok kerabatan tertentu, milik, wewenang atau kekuasaan.
4.  Lambang-lambang kedudukan, seperti tingkah-laku hidup, cara berpakaian, perumahan, keanggotaan pada suatu organisasi, dsb.
5.  Mudah sukarnya bertukar kedudukan.
6.  Solidaritas di antara individu atau kelompok-kelompok sosial yang menduduki kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.
Sistem plapisan sosial yang terjadi dalam masyarakat sangatlah mungkin terjadi, karena adanya tingkatan kesenjangan-kesenjangan yang didasari dari beberapa hal misalnya dari segi Ekonomi, ini akan menimbulkan stratifikasi sosial yang sangat mencolok. Masyarakat dan lingkungan sosialnya menjadi element yang tak dapat terpisahkan sehingga akan menimbulkan efek-efek tertentu sesuai dengan pola fikir dan lingkungan masyarakt sosial itu sendiri.
Beberapa aspek yang akan timbul akan menimbulkan kesenjangan sosial dan diskriminasi, aspek negative ini bisa saja terjadi pada daerah-daerah pedesaan, pasalnya pedesaan yang umumnya petani akan senantiasa lebih dikuasai oleh tengkulak-tengkulak yang memainkan harga pasar yang cenderung seringkali merugikan para petani, contohnya para petani daun bakau untuk pembuatan rokok, harga bakau harus ditentukan oleh tengkulak yang sudah bekerja sama dengan produsen rokok yang telah memilik nama. Tingkatan ekonomi lah yang membuat stratifikasi sosial ini muncul, belum lagi karena jabatan dan tingkat pendidikan.
Aspek lain dari pelapisan sosial ini bisa saja menjadi hal yang menguntugkan bagi sebagian orang, aspek positif ini dapat kita jumpai di berbagai tempat contohnya jika kita seorang pejabat pemerintah kita mungkin akan sedikit lebih mudah dalam urusan birokrasi, karena adanya bantuan orang dalam yang memiliki jabatan. Plapisan sosial di pedesaan mungkin akan menimbulkan hal baik bagi para pencari modal apabila seseorang yang memilik tingkat ekonomi menengah ke atas berpendidikan tinggi juga mempunyai jabatan dapat bekerja sama dengan masyarakat ke bawah untuk saling membantu dengan mendirikan koperasi kecil-kecilan dengan modal yang sudah di danai oleh orang yang mempunyai pengaruh kuat di daerah itu.
Plapisan sosial pastilah terjadi dimanapun kita berada, namun tergantung dari bagaimana kita menyikapi dan menjaganya agar tidak adanya kecemburuan, kesenjangan, dan diskriminasi sosial pada masyarakat dalam tingkatan apapun, entah menengah ke atas atau ke bawah, semua manusia dengan derajat yang sama, yang membedakan tinggi rendah hanyalah akhlak yang mulia. Jika kita beruntung menjadi seorang yang tinggi di mata sosial, maka jangan menyalahgunakan kedudukan tinggi tersebut, dan jika kita berada dalam tingkatan rendah, maka berusahalah agar hidup kita menjadi bermakna bagi orang lain meski kita hanya orang biasa yang selalu tertindas.